Jujur Itu Wajib, Tapi Kapan Berbohong Bisa Jadi Halal?
Dalam ajaran Islam, kejujuran adalah sikap utama yang selalu diperintahkan. Karena itu, berbohong pada dasarnya dihukumi haram dan termasuk dosa lisan. Namun, para ulama menegaskan bahwa larangan ini tidak selalu berlaku mutlak dalam semua keadaan.
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menjelaskan, jika tujuan baik bisa dicapai dengan kejujuran, maka berbohong tetap haram. Tapi jika tujuan itu hanya bisa diraih dengan berbohong, maka hukumnya mengikuti tujuan tersebut. Bila tujuannya wajib, berbohong juga menjadi wajib; bila mubah, berbohong pun mubah.
Contohnya, ketika seseorang berusaha melindungi orang yang diburu penguasa zalim, maka ia wajib berbohong untuk menyelamatkan nyawa. Begitu juga saat menjaga amanah agar tidak dirampas, kebohongan bahkan bisa disertai sumpah dengan tauriyah (kilah).
Selain itu, kebohongan dibolehkan dalam kondisi tertentu seperti:
- strategi perang.
- mendamaikan dua pihak yang berselisih.
- menjaga kehormatan diri atau orang lain.
- menutupi dosa pribadi yang dilakukan secara tersembunyi.
Meski begitu, kebohongan tidak dibenarkan jika digunakan untuk menutup-nutupi maksiat yang dilakukan terang-terangan atau melindungi pelaku kejahatan.
Para ulama juga mengingatkan, selama masih ada jalan untuk berkata jujur tanpa menimbulkan mudarat, maka jujur tetap lebih utama. Niat baik juga tidak cukup untuk menghalalkan kebohongan, sebab niat tidak bisa mengubah sesuatu yang haram menjadi halal.
Ada beberapa referensi yang membahas tentang hukum berbohong seperti berikut :
Yang pertama :
(سلم التوفيق للشيخ محمد نواوى ص 65 )
واعلم ان الكلام وسيلة الى المقاصد فكل مقصود محمود يمكن التوصل بالصدق والكذب جميعا فالكذب فيه حرام لعدم الحاجة اليه وان امكن التوصل ولم يمكن بالصدق فالكذب فيه مباح إن كان تحصيل ذلك المقصود مباحا وواجب إن كان المقصود واجبا فإذا اختفى مسلم من ظالم وسأل عنه ووجب الكذب بإخفائه وكذا لو كان عند غيره وديعة وسال عنه ظالم قهرا وجب ضمنها على الموضع المخبر .
Sullam at-Taufīq – Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani (hal. 65)
"Dan ketahuilah bahwa berbicara adalah sarana untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan yang terpuji dan bisa dicapai dengan kejujuran maupun kebohongan, maka kebohongan dalam hal itu haram karena tidak ada kebutuhan untuk melakukannya. Namun jika tujuan itu tidak bisa dicapai kecuali dengan kebohongan, maka kebohongan itu diperbolehkan jika tujuan tersebut mubah (boleh), dan menjadi wajib jika tujuan tersebut wajib.
Misalnya jika ada seorang Muslim bersembunyi dari orang zalim, lalu orang zalim itu bertanya tentangnya, maka wajib berbohong untuk menyembunyikannya.
Demikian pula, jika ada orang yang menitipkan barang amanah (wadi’ah) dan kemudian seorang zalim bertanya secara paksa, maka wajib menyembunyikannya, dan jika memberitahukan tempatnya, ia ikut menanggung kerusakan yang terjadi."
Yang kedua :
(سلم التوفيق للشيخ محمد نواوى ص 65 )
واعلم ان الكلام وسيلة الى المقاصد فكل مقصود محمود يمكن التوصل بالصدق والكذب جميعا فالكذب فيه حرام لعدم الحاجة اليه وان امكن التوصل ولم يمكن بالصدق فالكذب فيه مباح إن كان تحصيل ذلك المقصود مباحا وواجب إن كان المقصود واجبا فإذا اختفى مسلم من ظالم وسأل عنه ووجب الكذب بإخفائه وكذا لو كان عند غيره وديعة وسال عنه ظالم قهرا وجب ضمنها على الموضع المخبر .
Sullam at-Taufīq – Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani (hal. 65)
"Dan ketahuilah bahwa berbicara adalah sarana untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan yang terpuji dan bisa dicapai dengan kejujuran maupun kebohongan, maka kebohongan dalam hal itu haram karena tidak ada kebutuhan untuk melakukannya. Namun jika tujuan itu tidak bisa dicapai kecuali dengan kebohongan, maka kebohongan itu diperbolehkan jika tujuan tersebut mubah (boleh), dan menjadi wajib jika tujuan tersebut wajib.
Misalnya jika ada seorang Muslim bersembunyi dari orang zalim, lalu orang zalim itu bertanya tentangnya, maka wajib berbohong untuk menyembunyikannya.
Demikian pula, jika ada orang yang menitipkan barang amanah (wadi’ah) dan kemudian seorang zalim bertanya secara paksa, maka wajib menyembunyikannya, dan jika memberitahukan tempatnya, ia ikut menanggung kerusakan yang terjadi."
Kesimpulannya, hukum berbohong dalam Islam sangat bergantung pada tujuan dan akibatnya. Secara umum, bohong adalah haram, namun bisa menjadi mubah atau wajib dalam kondisi darurat. Meski demikian, jalan yang paling selamat tetaplah berpegang pada kejujuran.
Penulis : Fils d'Albar